Minggu, 17 November 2013

Pasar perkantoran lesu karena investasi asing melambat

Pasar perkantoran lesu karena investasi asing melambat


Merdeka.com - Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) yang melambat tahun ini berpengaruh terhadap pasar properti perkantoran. Pengembang akhirnya memilih membangun rumah tinggal.
Kepala Tim Perencana Proyek PT The Capitol Lilly Tjahnadi menyatakan, pasar perkantoran sangat dipengaruhi oleh aliran modal asing. Sebab, kebanyakan penyewa gedung kantor adalah perusahaan multinasional.
"Sekarang kan pasar office masih agak turun, mereka cenderung ke high rise, sehingga tergantung PMA," ujarnya di Jakarta, Sabtu (16/11).
Sebelumnya, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengumumkan realisasi PMA triwulan II pada 2013 mencapai Rp 132,2 Triliun. Meski tumbuh tumbuh 21,3 persen dibanding tahun lalu, namun realisasi aliran modal asing ini lebih rendah dari target pemerintah yang mengharapkan PMA di akhir tahun bisa mencapai Rp 272,6 Triliun.
Mayoritas modal yang dicatat BKPM pada semester I lebih banyak didorong oleh realisasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang mencapai 51,5 persen atau sebesar Rp 60,6 triliun.
Bagi pengembang properti, pemodal dalam negeri punya ciri khas sendiri dalam membeli kantor. "Kalau dalam negeri mereka lebih ke office pribadi yang kecil, tiga atau lima lantai," kata Lily.
Atas dasar itu pula, The Capitol mengarahkan bisnis ke depan masih pada hunian, baik itu rumah tapak, apartemen, maupun penthouse.
Perseroan, menurut Lily, berencana membidik pasar selain Jakarta, tepatnya di Bandung dan Manado. Tahun depan, proyek itu siap dijual ke publik.
"Di dua kota itu kebanyakan komplek perumahan atau landed. Semua produk properti kita ingin meramaikan, tapi untuk office belum," tuturnya.

BI dorong UMKM berorientasi produksi produk teknologi

BI dorong UMKM berorientasi produksi produk teknologi


Merdeka.com - Bank Indonesia (BI) terus memperkuat kebijakan terkait dengan UMKM demi mendorong penguatan stabilitas sistem keuangan dan mendukung kebijakan di bidang sistem pembayaran. UMKM dipilih karena memiliki dampak sistemik dalam membantu perekonomian nasional.
"Dan yang utama adalah memberikan dorongan bagi UMKM, karena terbukti sebagai segmen yang tahan krisis," ujar Gubernur BI Agus Martowardojo usai acara 'Bankers Dinner tahun 2013' di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Kamis (14/11) malam.
Menurutnya, kebijakan UMKM memberikan dampak positif bagi semua kalangan terutama masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan dengan memperluas lapangan kerja. Agus berharap di masa mendatang UMKM dapat menghasilkan produk teknologi tinggi guna memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia yang semakin meningkat.
"Penerapan teknologi diterapkan jadi tidak dipenuhi oleh impor saja melainkan UMKM," jelas dia.
Agus juga menyarankan bukan hanya UMKM yang berkelas menengah saja yang dapat menerapkan hal tersebut tetapi juga semua lapisan UMKM. "Jangan mengandalkan UMKM yang berkelas menengah tapi mengharapkan UMKM yang mempunyai inovasi dan teknologi yang baik sehingga bisa memenuhi kebutuhan rakyat Indonesia yang penghasilannya cenderung meningkat," ungkapnya.

Ekonomi RI Masih Perkasa di antara Anggota APEC

Ekonomi RI Masih Perkasa di antara Anggota APEC


Liputan6.com, Jakarta : Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terhitung baik meski beberapa kali dihantam isu finansial global seperti tapering Amerika Serikat (AS) beberapa waktu lalu. Dibandingkan negara APEC lainnya, kondisi ekonomi Indonesia masih terhitung aman.
"Indonesia menikmati pertumbuhan (ekonomi) yang baik, dipicu sektor perdagangan dan permintaan domestik. Beberapa waktu lalu pasar keuangan memang sempat goyah saat The Fed mengumumkan hendak menarik stimulusnya, tapi saya rasa masih aman," ujar Direktur Eksekutif Sekretariat APEC Alan Bollard, Kamis (3/10/2013).
Dia menjelaskan, saat ini negara-negara APEC tak fokus pada pertumbuhan ekonomi jangka pendek. Indonesia juga seharusnya dapat fokus pada pertumbuhan jangka panjang mengingat besaran kemampuan ekonomi yang dimilikinya.
"Indonesia memiliki kapasitas dan kapabilitas yang sangat besar untuk terus menumbuhkan ekonominya tapi itu berjangka menengah," ujarnya.
Menurut dia, seharusnya negara-negara APEC fokus pada pertumbuhan jangka panjang dibandingkan pada kejutan-kejutan pasar finansial yang bersifat sementara atau berjangka pendek.
Sekretariat APEC berupaya keras membangun pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia Pasifik dengan melewati krisis finansial global.
Menurut Bollard, pengelolaan modal yang sangat rendah di wilayah APEC saat ini mulai kembali normal. Hal tersebut disebutkan dapat membuat investasi dan peminjaman dana menjadi lebih mahal.
Namun dalam kondisi tersebut, para nasabah pemilik tabungan dapat menerima bunga yang lebih tinggi. Situasi seperti ini yang harus disesuaikan seluruh negara APEC. Meski demikian, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia masih dinilai cukup baik.
"Saya rasa, Indonesia memiliki prospek pertumbuhan ekonomi yang baik mengingat negara tersebut tengah bertransisi. Infrastruktur menjadi kunci utama transisi ekonomi itu," ujar Bollard. (Sis/Fik/Nur)