Senin, 27 April 2015

Tata Cara Penulisan Ilmiah

Penulisan Ilmiah merupakan karya tulis yang disusun oleh seorang mahasiswa yang telah menyelesaikan kurang lebih 100 sks dengan dibimbing oleh Dosen Pembimbing  sebagai salah satu persyaratan untuk mencapai gelar Setara Sarjana Muda.

TUJUAN
Tujuan dalam Penulisan Ilmiah adalah melatih mahasiswa agar dapat berpikir secara logis dan ilmiah dalam menguraikan dan membahas suatu permasalahan serta dapat menuangkannya secara sistematis dan terstruktur.

ISI DAN MATERI
Isi dari Penulisan Ilmiah diharapkan memenuhi aspek-aspek di bawah ini :
Relevan dengan jurusan dari mahasiswa yang bersangkutan.
Mempunyai pokok permasalahan yang jelas.
Masalah dibatasi

STRUKTUR PENULISAN ILMIAH
Susunan struktur Penulisan Ilmiah adalah sebagai berikut :
Bagian Awal
Bagian Pokok :
Bab Pendahuluan
Bab Landasan Teori
Bab Pembahasan
Bab Penutup
Bagian akhir

Bagian Awal
Bagian Awal, terdiri atas :
–    Halaman Judul
     Ditulis sesuai dengan cover depan standar Penulisan Ilmiah Universitas Gunadarma.
–    Lembar Pengesahan
     Dituliskan Judul PI, Nama, NPM, Tanggal Sidang, Tanggal Lulus, dan tanda tangan pembimbing, koordinator PI, serta Ketua Jurusan.
–    Abstraksi
     Berisi ringkasan dari penulisan. Maksimal 1 halaman.
–    Kata Pengantar
     Berisi ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang ikut berperan dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan ilmiah (a.l. Rektor, Dekan, Ketua Jurusan, Pembimbing, Perusahaan).
–    Daftar isi
–    Daftar Tabel
–    Daftar Gambar
–    Daftar Lampiran

 Bagian Pokok

Bab I : PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bagian ini berisikan uraian/penjelasan yang berkaitan dengan fenomena-fenomena atau alasan-alasan yang mendasari mahasiswa/peneliti memilih atau tertarik untuk meneliti tema yang ditulis.

Rumusan dan Batasan Masalah
Atas dasar latar belakang masalah yang telah dijelaskan sebelumnya, pada bagian ini mahasiswa/peneliti mulai mengidentifikasi, membatasi dan selanjutnya merumuskan masalah yang hendak diteliti. Setelah rumusan masalah ada, mahasiswa/peneliti dapat menterjemahkan rumusan masalah tersebut dalam bentuk kalimat pertanyaan penelitian.

Tujuan Penelitian
Bagian berisi tujuan penelitian yang hendak dicapai, dan hal ini seharusnya mengacu kepada rumusan dan pertanyaan penelitian yang telah dibuat sebelumnya.

Manfaat penelitian
Sedikit berbeda dengan tujuan penelitian, sub bab manfaat penelitian berisikan manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian yang akan dilakukan mahasiswa/peneliti tersebut.

Metode Penelitian
Bagian berisikan tentang bagaimana secara ilmiah, penelitian akan dilakukan. Poin-poin penting dalam bagian ini adalah :
Objek penelitian
Data / Variabel
Metode pengumpulan data / variabel
Hipotesis
Alat analisis yang digunakan,

Agenda Penelitian
Bagian ini hanya ada selama mahasiswa/peneliti masih dalam tahap pengajuan UP (usulan penelitian), dan dihilangkan dalam penulisan format PI selanjutnya.

Bab II : LANDASAN TEORI

2.1. Kerangka Teori
Bagian ini berisikan berbagai pengertian dan pemahaman mengenai teori yang benar-benar relevan dengan topik dan variabel.

2.2. Kajian Penelitian Sejenis
Bagian ini berisikan kajian mahasiswa/peneliti terhadap hasil-hasil penelitian sejenis atau penelitian yang memiliki kesamaan topik atau variabel dengan topik atau variabel yang sedang dan akan diteliti oleh mahasiswa/peneliti.

2.3. Alat Analisis
Bagian berisi penjelasan rinci (rumus, formulasi, langkah-langkah perhitungan, dsb.) mengenai berbagai alat analisis deskriptif dan kuantitatif yang akan digunakan dalam analisis masalah/pembahasan.

Bab III : METODE PENELITIAN ( lihat sub-bab 1.5. dalam Bab I )

Objek Penelitian
Data / Variabel Yang Digunakan
Metode Pengumpulan Data
Hipotesis
Alat Analisis Yang Dingunakan
Bab III ini dibuat untuk memberikan ruang yang lebih luas lagi bagi mahasiswa/peneliti dalam menguraikan dan menjelaskan metode penelitian yang akan digunakan, sementara keberadaan sub-bab 1.5. terlalu ringkas, khususnya untuk materi-matari penelitian dengan menggunakan data primer dan melakukan survei.

Bab IV : PEMBAHASAN

4.1. Data dan Profile Objek Penelitian
Bagian berisikan Data dan Profile singkat objek penelitian

4.2. Hasil Penelitian dan Analisis/Pembahasan
Dalam bagian ini, mahasiswa/peneliti mulai menyajikan data dan hasil penelitian dan mulai menganalisis secara deskriptif ( dengan tabel, grafik, flow, dan sejenisnya) serta mengkombinasikannya dengan analisis kuantitatif yang telah disebutkan dibagian sub-bab 1.5.5.

4.3. Rangkuman Hasil Penelitian
Berbeda dengan kesimpulan, bagian ini berisi rangkuman hasil penelitian, yang umumnya dapat disajikan dalam tabel ringkasan hasil.

Bab V : PENUTUP

5.1. Kesimpulan
Bagian ini berisikan kesimpulan dari hasil penelitian mahasiswa/peneliti, yang pada prinsipnya merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang ada.

5.2. Saran
Isi yang ada pada bagian ini harus diprioritaskan pada saran terhadap butir-butir kesimpulan yang ada.

5.3. Keterbatasan Penelitian (optional)
Untuk beberapa kasus materi penelitian dan mungkin juga mahasiswa, bagian ini dapat digunakan untuk menyampaikan berbagai keterbatasan yang ada dalam penelitian.

Bagian Akhir
 Daftar Pustaka
  Berisi daftar referensi (buku, jurnal, majalah, dll), yang digunakan dalam penulisan.
 Daftar Simbol
Berisi deretan simbol-simbol yang digunakan dalam penulisan, lengkap dengan    keterangannya.
 Lampiran
Penjelasan tambahan, dapat berupa uraian, program, gambar, perhitungan-  perhitungan, grafik, atau tabel, yang merupakan penjelasan rinci dari apa yang disajikan di bagian-bagian terkait sebelumnya.

TEKNIK PENULISAN

Penomoran Bab serta subbab
–    Bab dinomori dengan menggunakan angka romawi.
–    Subbab dinomori dengan menggunakan angka latin dengan mengacu pada nomor bab/subbab dimana bagian ini terdapat.
     II ………. (Judul Bab)
     2.1 ………………..(Judul Subbab)
     2.2 ………………..(Judul Subbab)
     2.2.1 ………………(Judul Sub-Subbab)
–    Penulisan nomor dan judul bab di tengah dengan huruf besar, ukuran font 14, tebal.
–    Penulisan nomor dan judul subbab dimulai dari kiri, dimulai dengan huruf besar, ukuran font 12, tebal.

Penomoran Halaman
–    Bagian Awal, nomor halaman ditulis dengan angka romawi huruf kecil (i,ii,iii,iv,…).Posisi di tengah bawah (2 cm dari bawah). Khusus untuk lembar judul dan lembar pengesahan, nomor halaman tidak perlu diketik, tapi tetap dihitung.
–    Bagian Pokok, nomor halaman ditulis dengan angka latin. Halaman pertama dari bab pertama adalah halaman nomor satu. Peletakan nomor halaman untuk setiap awal bab di bagian bawah tengah, sedangkan halaman lainnya di pojok kanan atas.
–    Bagian akhir, nomor halaman ditulis di bagian bawah tengah dengan angka dan merupakan kelanjutan dari penomoran pada bagian pokok.

Judul dan Nomor Gambar / Grafik / Tabel
–    Judul gambar / grafik diketik di bagian bawah tengah dari gambar. Judul tabel diketik di sebelah atas tengah dari tabel.
–    Penomoran tergantung pada bab yang bersangkutan, contoh : gambar 3.1 berarti gambar pertama yang terletak di bab III.

Penulisan Daftar Pustaka
     Daftar Pustaka adalah daftar yang terperinci dan sistematis dari semua karya ilmiah yang digunakan penulis dalam menyusun penulisan ilmiahnya baik secara langsung maupun tidak langsung. Adapun teknik penulisannya memenuhi ketentuan sbb :
Alphabetis nama pengarang
Nama pengarang tanpa gelar ( dimulai dengan nama diri atau nama keluarga untuk pengarang asing
Penulisan setiap pustaka dalam satu spasi, sedangkan antara satu pustaka dengan pustaka berikutnya dengan jarak dua spasi.
Penulisan daftar pustaka tergantung jenis informasinya yang secara umum memiliki urutan sebagai berikut :
         Nama Pengarang, Tahun Penerbitan. Judul Karangan (dicetak tebal), Edisi, Nama Penerbit, Kota Penerbit.
Untuk sumber buku, penulisan daftar pustakanya antara nama pengarang judul, kota penerbitan dipisahkan oleh titik. Antara nama penerbit dengan tahun terbit dipisahkan koma. Untuk sumber dari majalah dan surat kabar, penulisan nama majalah atau surat kabar diakhiri dengan koma.

Pengutipan

–  Jika kutipan kurang atau sama dengan tiga baris, bagian awal dan akhir kutipan diberi tanda kutip, spasi tetap biasa.
–    Kutipan yang lebih panjang dari tiga baris tidak perlu diberi tanda kutip, tapi diketik dengan jarak satu spasi dengan indent yang lebih dalam 7 ketuk dari kiri.
Cara Penulisan :
Ada dua cara menempatkan sumber kutipan di belakang bahan yang dikutip sebagai berikut :
Cara ringkas yaitu menempatkan sumber kutipan di belakang bahan yang dikutip ditulis dalam tanda kurung dengan menyebutkan : ‘Nama pengarang, tahun penerbitan dan halamn yang dikutip’
Cara langsung yaitu menempatkan sumber kutipan langsung di bawah pernyataan yang dikutip yang dipisahkan dengan garis lurus sepanjang garis teks. Jarak antara garis pemisah dengan teks satu spasi, jarak antara garis pemisah dengan sumber kutipan dua spasi, dan jarak baris dan kutipan harus satu spasi.

Format Pengetikan
–    Menggunakan kertas ukuran A4.
–    Margin   Atas     : 4 cm              Bawah : 3 cm
                   Kiri      : 4 cm              Kanan : 3 cm
–    Jarak spasi : 1,5
–    Jenis huruf (Font) : Times New Roman.
–    Ukuran / variasi huruf    : Judul Penulisan Ilmiah          16 / Tebal, Huruf Besar
                                              Isi                             12 / Normal
                                             Subbab                      12 / Tebal
Persiapan Sidang
–    Naskah Penulisan Ilmiah dibuat dalam bentuk transparan yang meliputi Bab I ( Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian), Bab IV ( Pembahasan dan Bab V (Penutup) dengan jenis/ukuran huruf : Time New Romans 18
Daftar Pustaka


PENALARAN DEDUKTIF


PENALARAN DEDUKTIF
Kelompok:
Alexander Anindya Krisnawan - 10112594
Dwi Apriyanto - 12112270
Lucky Saputra - 14112252

UNIVERSITAS GUNADARMA
2014/2015


PENALARAN DEDUKTIF, SILOGISME, ENTIMEN


Dalam berbahasa sehari-hari ataupun secara formal, dalam bentuk tulisan maupun lisan, pernalaran yang tepat perlu digunakan. Khususnya dalam penulisan, kita harus berpikir, menghubung-hubungkan berbagai fakta, membandingkan dan sebagainya supaya bisa menarik kesimpulan yang tepat. Cara menarik kesimpulan dari pernalaran dibagi menjadi dua, yaitu pernalaran deduktif dan pernalaran induktif. Namun pada kesempatan ini saya hanya akan mengulas mengenai pernalaran deduktif dan bentuk-bentuknya (silogisme dan entimen).

PERNALARAN DEDUKTIF
Pernalaran deduktif merupakan metode untuk menarik kesimpulan dengan menhubungkan data-data yang bersifat umum, kemudian dijadikan suatu simpulan atau fakta yang khusus.
Contoh:
Premis 1          = Semua makhluk adalah ciptaan Tuhan. (U)
Premis 2          = Manusia adalah makhluk hidup. (U)
Simpulan         = Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan. (K)
Dapat dilihat dari contoh diatas bahwa pernalaran ini dimulai dengan suatu premis (pernyataan dasar)  untuk menarik kesimpulan. Kesimpulannya merupakan implikasi pernyataan dasar itu. Artinya apa yang dikemukakan di dalam kesimpulan secara tersirat telah ada di dalam pernyataan tersebut. Jadi sebenarnya proses deduksi ini tidak menghasilkan suatu pengetahuan yang baru, melainkan pernyataan kesimpulan yang konsisten berdasarkan pernyataan dasarnya.
Menurut bentuknya, pernalaran deduktif dibagi menjadi dua yaitu:
Silogisme, dan Entimen.

SILOGISME
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, silogisme adalah bentuk, cara berpikir atau menarik simpulan yang terdiri atas premis umum, premis khusus, dan simpulan. Silogisme merupakan suatu cara pernalaran yang formal. Namun, bentuk pernalaran ini jarang dilakukan dalam komunikasi sehari-hari. Yang sering dijumpai hanyalah pemakaian polanya, meskipun secara tidak sadar.
Contoh pola silogisme yang standar:
(A)   Premis mayor = Semua manusia akan mati.
(B)   Premis minor = Si A adalah manusia.
(C)   Simpulan = Si A akan mati.
Secara singkat silogisme dapat dituliskan:
Jika A=B dan B=C maka A=C
Silogisme terdiri dari:
·         Silogisme Kategorial
·         Silogisme Hipotesis
·         Silogisme Disjungtif

Silogisme Kategorial
Adalah silogisme yang semua proposisinya merupakan katagorik. Proposisi yang mendukung silogisme disebut dengan premis yang kemudian dapat dibedakan dengan premis mayor (premis yang termnya menjadi predikat), dan premis minor (premis yang termnya menjadi subjek). Yang menghubungkan diantara kedua premis tersebut adalah term penengah (middle term).
Adapun menurut KBBI simpulan berdasarkan silogisme kategorial adalah keputusan yg sama sekali tanpa berdasarkan syarat.
Contoh:
Premis mayor  = Semua makhluk hidup membutuhkanoksigen.
                                  (Middle term)       (Predikat)
Premis minor   = Manusia adalah makhluk hidup.
                               (Subjek)             (Middle term)
Simpulan         = Manusia membutuhkan oksigen.
                             (Subjek)    (Predikat)
Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan proposisi:
1.  Apabila salah satu premis partikular, maka kesimpulannya harus partikular juga.
Contoh:
Semua yang halal dimakan menyehatkan.
Sebagian makanan tidak menyehatkan.
Sebagian makanan tidak halal dimakan.
Jadi, bentuk silogisme ini menarik simpulan yang terbatas untuk sebagian lingkungan dari suatu subjek.
2.  Apabila salah satu premis negative, maka kesimpulannya harus negatif juga.
Contoh:
Semua korupsi tidak disenangi.
Sebagian pejabat melakukan korupsi.
Sebagian pejabat tidak disenangi.
3. Dari dua premis yang sama-sama particular tidak sah diambil kesimpulan.
Contoh:
Beberapa orang kaya kikir.
Beberapa pedagang adalah kaya.
Beberapa pedagang adalah kikir
4.  Dua premis yang sama-sama negatif tidak sah diambil kesimpulan karena tidak ada mata rantai yang menghubungkan kedua proposisi premisnya. Kesimpulan dapat diambil bila sedikitnya salah satu premisnya positif.
Contoh:
Kerbau bukan bunga mawar
Kucing bukan bunga mawar
(Tidak ada kesimpulan)
Hukum-hukum silogisme kategorial behubungan dengan term:
1. Setidaknya satu term menengah harus tertebar (mencakup). Kalau dari dua premis, term penengahnya tidak tertebar akan menghasilkan kesimpulan yang salah.
    Contoh:
            Semua ikan berdarah dingin.
Binatang ini berdarah dingin.
Binatang ini adalah ikan.
2. Term predikat dalam kesimpulan harus konsisten dengan term predikat yang ada pada premisnya. Bila tidak, kesimpulan menjadi salah.
Contoh:
Kerbau adalah binatang.
Kambing bukan kerbau.
Kambing bukan binatang.
3. Term penengah harus bermakna sama, baik dalam premis mayor maupun premis minor. Bila term penengah bermakna ganda, kesimpulan akan menjadi lain.
Contoh:
Bulan itu bersinar di langit.
Januari adalah bulan.
Januari bersinar di langit.
4. Silogisme harus terdiri dari tiga term, yaitu term subyek, term predikat dan term penengah. Apabila hanya terdiri dari sebuah term dan dua buah term atau melebihi dari tiga term, maka tidak bisa diambil kesimpulan.

Silogisme Hipotesis
Silogisme hipotetis adalah argumen yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik, sedangkan premis minornya adalah proposisi katagorik. Adapun menurut KBBI silogisme hipotesis merupakan penarikan simpulan atau keputusan yg kebenarannya berdasarkan syarat tertentu.
Macam-macam tipe silogisme hipotesis:
1.  Premis minornya mengakui bagian antecedent.
Contoh:
Jika hujan, saya naik becak.
Sekarang hujan.
Jadi saya naik becak.
2. Premis minornya mengakui bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila hujan, bumi akan basah.
Sekarang bumi telah basah.
Jadi hujan telah turun.
3.  Premis minornya mengingkari antecedent.
Contoh:
Jika politik pemerintah dilaksanakan dengan paksa, maka kegelisahan akan timbul.
Politik pemerintahan tidak dilaksanakan dengan paksa.
Jadi kegelisahan tidak akan timbul.
4. Premis minornya mengingkari bagian konsekuennya.
Contoh:
Bila mahasiswa turun ke jalanan, pihak penguasa akan gelisah
Pihak penguasa tidak gelisah.
Jadi mahasiswa tidak turun ke jalanan.

Silogisme Disjungtif
Adalah silogisme yang premis mayornya keputusan disjungtif sedangkan premis minornya kategorik yang mengakui atau mengingkari salah satu alternatif yang disebut oleh premis mayor. Adapun menurut KBBI silogisme disjungtif ini merupakan penarikan simpulan atau keputusan berdasarkan beberapa kemungkinan kebenaran pernyataan, tetapi hanya salah satu pernyataan yg benar. Silogisme ini terdiri dari dua macam: silogisme disjungtif dalam arti sempit dan silogisme disjungtif dalam arti luas.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit mayornya mempunyai alternatif kontradiktif.
Contoh:
la lulus atau tidak lulus.
Ternyata ia lulus.
la bukan tidak lulus.
Silogisme disjungtif dalam arti luas premis mayomya mempunyai alternatif bukan kontradiktif.
Contoh:
Hasan berada di rumah atau di pasar.
Ternyata tidak di rumah.
Jadi Hasan berada di pasar.
Silogisme disjungtif dalam arti sempit maupun arti luas mempunyai dua tipe yaitu:
1) Premis minornya mengingkari salah satu alternatif, konklusinya adalah mengakui alternatif yang lain.
Contoh:
Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di luar.
Jadi ia berada di dalam.

Ia berada di luar atau di dalam.
Ternyata tidak berada di dalam.
Jadi ia berada di luar.
2) Premis minor mengakui salah satu alternatif, kesimpulannya adalah mengingkari alternatif yang lain.
Contoh:
Budi di masjid atau di sekolah.
la berada di masjid.
Jadi ia tidak berada di sekolah.

Hukum-hukum Silogisme Disjungtif:
1. Silogisme disjungtif dalam arti sempit, konklusi yang dihasilkan selalu benar, apabila prosedur penyimpulannya valid.
Contoh:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata berbaju putih.
Jadi ia bukan tidak berbaju putih.
Atau:
Hasan berbaju putih atau tidak putih.
Ternyata ia tidak berbaju putih.
Jadi ia berbaju non-putih.
2. Silogisme disjungtif dalam arti luas.
a.  Bila premis minor mengakui salah satu alterna konklusinya sah (benar).
Contoh:
Budi menjadi guru atau pelaut.
la adalah guru.
Jadi Budi bukan pelaut.
b. Bila premis minor mengingkari salah satu alterna konklusinya tidak sah (salah).
Contoh:
Penjahat itu lari ke Solo atau ke Yogya.
Ternyata tidak lari ke Yogya.
Jadi ia lari ke Solo. (Bisa jadi ia lari ke kota lain).

Entimen
Praktek nyata berbahasa dengan pola silogisme memang jarang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari, baik tulisan maupun lisan. Namun entimen (yang pada dasarnya adalah pola silogisme) sering dijumpai pemakaiannya. Di dalam entimen salah satu premisnya dihilangkan atau tidak diucapkan karena sudah sama-sama diketahui.
Contoh:
Menipu adalah dosa karena merugikan orang lain.
Kalimat di atas dapat dipenggal menjadi 2 bagian:
- Menipu adalah dosa. >> Kesimpulan
- Karena (menipu) merugikan orang lain. >> Premis Minor, karena bersifat khusus.

Dalam kalimat di atas, premis yang dihilangkan adalah premis mayor. Untuk melengkapinya kita harus ingat bahwa premis mayor selalu bersifat lebih umum, jadi tidak mungkin subjeknva "menipu". Kita dapat menalar kembali dan menemukan premis mayornya: Perbuatan yang merugikan orang lain adalah dosa.
Untuk mengubah entimem menjadi silogisme, mula-mula kita cari dulu simpulannya. Kata-kata yang menandakan simpulan ialah kata-kata seperti: jadi, maka, karena itu, dengan demikian, dan sebagainya. Kalau sudah, kita temukan apa premis yang dihilangkan.

SUMBER

PENALARAN INDUKTIF

PENALARAN INDUKTIF
Kelompok:
Alexander Anindya Krisnawan - 10112594
Dwi Apriyanto - 12112270
Lucky Saputra - 14112252

UNIVERSITAS GUNADARMA
2014/2015

PENALARAN INDUKTIF

                Penalaran merupakan pemikiran, logika, pemahaman. Penalaran adalah proses berpikir yang dapat menghasilkan pengertian atau kesimpulan. Penalaran berlawanan dengan panca indera karena, nalar didapat dengan cara berpikir sehingga dapat mengetahui suatu kebenaran.

               Induktif merupakan hal yang dari khusus ke umum. Sehingga dapat dikatakan berpikir induktif adalah pola berpikir melalui hal-hal yang dari khusus lalu dihubungkan ke hal-hal yang umum.
Penalaran Induktif adalah Proses yang berpangkal dari peristiwa yang khusus yang dihasilkan berdasarkan hasil pengamatan empirik dan mengjasilkan suatu kesimpulan atau pengetahuan yang bersifat umum.

Contoh penalaran induktif :
Ayam tidak berdaun telinga berkembang biak dengan bertelur. Burung tidak berdaun telinga berkembang biak dengan bertelur. Ular tidak berdaun telinga berkembang biak dengan bertelur.

Kesimpulan : semua hewan yang tidak berdaun telinga berkembang biak dengan bertelur.
Pada Penalaran Induktif terdapat beberapa bentuk, yaitu:

1. Generalisasi
Generalisasi adalah proses penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju kesimpulan umum.
Contoh:
Ronaldo adalah pemain bola, dan ia berwajah tamapan.
Messi adalah pemain bola, dan ia berwajah tampan.
Generalisasi: Semua pemain bola berwajah tampan. Pernyataan “semua pemain bola berwajah tampan” hanya memiliki kebenaran probabilitas karena belum pernah diselidiki kebenarannya.
Contoh kesalahannya: Sagna juga pemain bola, tetapi tidak berwajah tampan.
    
 Macam-macam generalisasi :

Generalisasi sempurna: Generalisasi dimana seluruh fenomena yang menjadi dasar penyimpulan diselidiki.
Contoh: sensus penduduk

Generalisasi tidak sempurna: Generalisasi dimana kesimpulan diambil dari sebagian fenomena yang diselidiki diterapkan juga untuk semua fenomena yang belum diselidiki.
Contoh: Hampir seluruh pria dewasa di Indonesia senang memakai celana jeans.

Prosedur pengujian generalisasi tidak sempurna. Generalisasi yang tidak sempurna juga dapat menghasilkan kebenaran apabila melalui prosedur pengujian yang benar.

2. Analogi
Analogi dalam ilmu bahasa adalah persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain. Analogi merupakan salah satu proses morfologi dimana dalam analogi, pembentukan kata baru dari kata yang telah ada.

Analogi dilakukan karena antara sesuatu yang diabandingkan dengan pembandingnya memiliki kesamaan fungsi atau peran. Melalui analogi, seseorang dapat menerangkan sesuatu yang abstrak atau rumit secara konkrit dan lebih mudah dicerna. Analogi yang dimaksud adalah anlogi induktif atau analogi logis.

Contoh analogi :
Untuk menjadi seorang pemain bola yang professional atau berprestasi dibutuhkan latihan yang rajin dan ulet. Begitu juga dengan seorang doktor untuk dapat menjadi doktor yang professional dibutuhkan pembelajaran atau penelitian yang rajin yang rajin dan ulet. Oleh karena itu untuk menjadi seorang pemain bola maupun seorang doktor diperlukan latihan atau pembelajaran.

Jenis-jenis Analogi:
Analogi induktif :
Analogi induktif, yaitu analogi yang disusun berdasarkan persamaan yang ada pada dua fenomena, kemudian ditarik kesimpulan bahwa apa yang ada pada fenomena pertama terjadi juga pada fenomena kedua. Analogi induktif merupakan suatu metode yang sangat bermanfaat untuk membuat suatu kesimpulan yang dapat diterima berdasarkan pada persamaan yang terbukti terdapat pada dua barang khusus yang diperbandingkan.

Contoh analogi induktif :
Timnas Indonesia U-23 mampu masuk babak final karena berlatih setiap hari. Maka tim Timnas Indonesia U-19 akan masuk babak final jika berlatih setiap hari.
 
Analogi deklaratif :
Analogi deklaratif merupakan metode untuk menjelaskan atau menegaskan sesuatu yang belum dikenal atau masih samar, dengan sesuatu yang sudah dikenal. Cara ini sangat bermanfaat karena ide-ide baru menjadi dikenal atau dapat diterima apabila dihubungkan dengan hal-hal yang sudah kita ketahui atau kita percayai.

contoh analogi deklaratif :
Deklaratif untuk penyelenggaraan negara yang baik diperlukan sinergitas antara kepala negara dengan warga negaranya. Sebagaimana manusia, untuk mewujudkan perbuatan yang benar diperlukan sinergitas antara akal dan hati.

 3. Hubungan kausal
Penalaran yang diperoleh dari gejala-gejala yang saling berhubungan. Hubungan kausal (kausalitas) merupakan perinsip sebab-akibat yang sudah pasti antara segala kejadian, serta bahwa setiap kejadian memperoleh kepastian dan keharusan serta kekhususan-kekhususan eksistensinya dari sesuatu atau berbagai hal lainnya yang mendahuluinya, merupakan hal-hal yang diterima tanpa ragu dan tidak memerlukan sanggahan. Keharusan dan keaslian sistem kausal merupakan bagian dari ilmu-ilmu manusia yang telah dikenal bersama dan tidak diliputi keraguan apapun.

Macam hubungan kausal :
Sebab- akibat.
Contoh: Penebangan liar dihutan mengakibatkan global warming.

Akibat – Sebab.
Contoh: global warming disebabkan penebangan hutan liar.

Akibat – Akibat.
Contoh: Toni melihat kecelakaan dijalanraya, sehingga Toni beranggapan adanya korban kecelakaan.

Daftar Pustaka